BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.
Rumah sakit adalah
suatu institusi pelayanan kesehatan yang padat karya dan padat teknologi.
Dengan makin berkembangnya ilmu dan teknologi kedokteran serta kebutuhan
masyarakat akan pelayanan yang baik maka rumah sakit harus dapat mempersiapkan
diri secara total dalam peningkatan mutu pelayanan maupun dalam penyediaan
sumberdaya manusianya baik secara kuantitas maupun kualitasnya (Adikoesomo,
1997) .
Dari hasil survey
Depkes tahun 1997 menunjukkan bahwa tenaga kesehatan diseluruh Indonesia
khususnya perawat yaitu sekitar 211.422 orang tenaga perawat dari 769.832 orang
tenaga kesehatan diseluruh Indonesia. Sedangkan untuk tahun 2010 direncanakan
seluruh tenaga kesehatan 1.305.000 orang tenaga kesehatan dan 355.441 orang
tenaga perawat profesional yang dibutuhkan. Secara keseluruhan tampaknya jumlah
pengembangan dan penyediaan tenaga kesehatan pada tahun 2010 cukup seimbang.
Akan tetapi, bila ditinjau secara lebih spesifik pengembangan untuk beberapa kategori
kesehatan profesional masih kurang mencukupi yaitu salah satunya tenaga
perawat.
Keperawatan
sebagai profesi dan perawat sebagai tenaga profesional bertanggung jawab untuk
memberikan memberikan pelayanan sesuai kompotensi dan kewenangan yang dimiliki
secara mandiri maupun bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lainnya.
Pelayanan keperawatan bermutu merupakan tujuan yang ingin dicapai untuk
perawat. Namun kenyataan yang ada pada saat ini perawat belum melaksanakan
perannya secara optimal sehingga masih banyak ditemukan keluhan masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan atau
keperawatan di Indonesia. Masalah dalam pelayanan keperawatan yang sering
ditemukan dan sering terjadi meliputi kurangnya perawat yang memiliki
pendidikan tinggi atau kemampuan memadai, pelaksanaan tindakan keperawatan yang tidak sesuai dengan SOP,
kurangnya jumlah perawat sehingga beban kerja meningkat, komunikasi dengan
pasien yang kurang baik, kurangnya insentif, kurangnya kepuasan , dampak
perubahan strutur organisasi rumah sakit serta masalah perkembangan karier
perawat(Tjandra 2002) hal ini akan berdampak terhadap kinerja perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan yang profesional.
Menyadari hal
tersebut pemerintah telah mengeluarkan aturan pembinaan karir PNS dalam Pasal 12 Ayat 2 UU
No. 43 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa dalam rangka usaha untuk meningkatkan
mutu dan keterampilan serta memupuk kegairahan bekerja maka perlu dilaksanakan
pembinaan PNS dengan sebaik-baiknya atas dasar sistem karir dan sistem prestasi
kerja sehingga dapat dikembangkan bakat
dan kemampuan yang ada pada diri masing-masing PNS secara wajar.
Bertitik tolak
dari kebijakan tersebut, maka pengembangan karir tenaga kesehatan khususnya
tenaga perawat baik yang bekerja di rumah sakit maupun di puskesmas berdasarkan
dua jalur pengembangan yaitu secara struktural melalui pendidikan, pelatihan dan mutasi maupun secara fungsional melalui
sistem akreditasi.
Menurut penelitian
yang dilakukan Isnaeni (2002) di Rumah Sakit Labuang Baji Makassar bahwa dari
153 orang sampel tenaga perawat, dari aspek pendidikan menunjukkan DIII
keperawatan lebih banyak sekitar 70 orang (45,7%) dari pegawai yang tingkat
pendidikan akhirnya hanya setingkat SPK/SPR/SPB sekitar 64 orang (41,8%),sedang
pelatihan terlihat rendah hanya telah ditempuh
sekitar 60,7%. Ini menunjukkan bahwa pengembangan karir perawat
masing-masing rumah sakit berbeda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
motivasi, minat, kesempatan pegawai dan dukungan pimpinan serta ketersediaan
dana pendidikan.
Motivasi perawat
dalam pengembangan karir dipengaruhi juga oleh iklim kerja. Menurut Litwin dan
Stringer (1968) dalam Mitche (1994) menyatakan bahwa iklim kerja merupakan
persepsi seseorang yang hidup dan bekerja dalam lingkungan dan diasumsikan
untuk perubahan motivasi dan lingkungannya.
Tertciptanya iklim
kerja berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap tinggi rendahnya
motivasi kerja, tanggung jawab, disiplin kerja dan kepuasan kerja (Simamora,
2001). Menurut penelitian Wahyudi (1999) dalam Rahayu Ningtyas (2002),
mengatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara iklim kerja dengan kepuasan
kerja, sedangkan kepuasan kerja sangat diperlukan untuk memacu prestasi kerja
yang lebih baik. Menurut handoko (1999), prestasi kerja itu sendiri merupakan
hal yang mendasari semua kegiatan pengembangan karir disamping eksposure,
mentors dan sponsor, kesetiaan organisasi, dan kesempatan.
Berdasarkan data
yang diperoleh dari manajemen RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar jumlah seluruh
tenaga perawat di unit perawatan tahun 2006 berjumlah 503 orang dengan rincian
S1 berjumlah 13 orang (2,58%), D IV berjumlah 41 orang (8,15%), D III
Keperawatan berjumlah 292 orang (58,05%), D III Kebidanan berjumlah 11 orang
(2,18%), SPK berjumlah 110 orang (21,86%), Bidan 25 orang (4,97%), dan 11 orang
(2,18%) dengan data yang tidak lengkap.
Dari data di atas
dapat disimpulkan bahwa pengembangan karir perawat di RSUP Wahidin Sudirohusodo
Makassar cukup baik walaupun masih banyak terlihat yang memiliki kualifikasi
pendidikan SPK, dimana kualifikasi pendidikan ini diharapkan dapat dikembangkan/ditingkatkan
dan pada akhirnya dapat memenuhi tuntutan masyarakat akan pelayanan perawatan
yang lebih profesional.
Berdasarkan hasil
wawancara dari 10 orang perawat RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar yang terdiri
dari 6 orang dengan kualifikasi pendidikan SPK berusia antara 40-45 tahun
mengatakan bahwa faktor usia menyebabkan kurangnya minat untuk mengembangkan
diri sedangkan 4 orang dengan kualifikasi pendidikan D III mengatakan karena
masa kerja mereka yang belum memenuhi persyaratan sehingga keinginan mereka
untuk melanjutkan pendidikan belum terlaksana.
Terkait dengan
latar belakang diatas mendorong peneliti untuk meneliti faktor iklim kerja dan
karakteristik perawat (pendidikan, umur, dan masa kerja) dalam upaya
pengembangan karir perawat di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2006.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian
latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Sejauh mana faktor iklim kerja mempengaruhi upaya
pengembangan karir perawat di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar
2. Sejauh mana faktor umur, pendidikan dan masa kerja
perawat mempengaruhi upaya pengembangan karir perawat di RSUP Wahidin
Sudirohusodo Makassar.
C.
Tujuan
Penelitian
1. Tujuan Umum
Diktehauinya
faktor-faktor yang mempengaruhi upaya pengembangan karir perawat di RSUP Wahidin Sudirohusodo Mkassar
2. Tujuan Khusus
a. Dikethauinya hubungan umur dengan upaya
pengemabangan karir perawat.
b. Diketahuinya hubungan pendidikan dengan upaya
pengemabangan karir perawat.
c. Diketahuinya hubungan masa kerja dengan upaya pengemabangan
karir perawat.
d. Diketahuinya hubungan iklim kerja dengan upaya
pengemabangan karir perawat.
D.
Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Diketahuinya faktor-faktor
pengembangan karir yang mempengaruhi upaya pengembangan karir perawat dapat
meningkatkan kualitas personal perawat sebagai pemberi layanan keperawatan yang
profesional.
2. Praktis
a. Dapat dimanfaatkan oleh pihak rumah sakit sebagai
bahan pertimbangan dalam menciptakan dan mendorong peningkatan serta
pengemabangan karir di bidang keperawatan.
b. Dapat dimanfaatkan oleh perawat untuk memotivasi
diri dalam mengembangkan karirnya agar dapat meningkatkan kualitas personal
perawat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Iklim Kerja
1. Pengertian
Iklim kerja sampai
saat ini belum mempunyai batasan yang baku, namun menurut peratura
perundang-undangan RI (UU. RI No. 9/ 1995) bahwa iklim kerja adalah kondisi
yang diupayakan oleh pihak direksi perusahaan (pengambil keputusan) berupa
penetapan peraturan dan kebijakan di setiap kegiatan perusahaan agar setiap
anggota/staf memperoleh kesempatan yang sama dan dukungan bekerja yang
seluas-luasnya sehingga berkembang mejadi pekerja yang tangguh dan mempunyai
kinerja tinggi.
Iklim kerja juga
merupakan suatu perangkat dan sifat lingkungan yang dipersepsikan secara
langsung maupun tidak langsung oleh karyawan serta diasumsikan memiliki
kekuatan dalam mempengaruhi tingkah laku karyawan dan tercipta karena adanya
kerjasama antara perawat pelaksana dan manajer (Swansburg, 2000).
Menurut Panuju,
(2001) iklim kerja adalah persepsi dari staf yang bekerja bersama-sama dalam
suatu tempat kerja yang penting karena didasarkan pada realitas. Pendapat lain
darti Litwin dan Stringer (1968) dalam Mitchel (1994) menyatakan persepsi
seseorang yang hidup dan bekerja di dalam lingkungan dan diasumsikan untuk
perubahan motivasi dan lingkungannya.
Dari beberapa
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa iklim kerja adalah persepsi dari
sudut pandang staf dilingkungan tempat bekerja yang diarahkan dari suatu
realitas yang berisi peraturan dan kebijakan yang baku yang diberlakukan sama
untuk setiap pekerja dimana diperlukan empati serta pengertian dari manajer ke
bawahan sehingga tercipta motivasi staf sehingga dapat mengembangkan diri dan
melaksanakan pekerjaan dengan baik.
Banyak unsur dalam
iklim kerja diantaranya kebijakan dan prosedur, gaya kepemimpinan, rancangan
pekerjaan, keterpaduan kelompok, program pengembangan karir dan program
kompensasi. Iklim kerja dipengaruhi juga oleh sikap, perilaku rekan kerja dan
manajer juga tidak ketinggalan yaitu kebijakan, kegiatan dan budaya
organisasi (Panuju, 2001).
2. Dimensi Iklim Kerja
Iklim kerja pada sebuah organisasi
adalah :
a. Tanggung jawab (responsibility) aspek bantuan yang
diberikan oleh organisasi yang bersifat menunjang. Tanggung jawab adalah
persepsi staf terhadap pemimpin/pimpinan dalam memberikan bantuan agar setiap
individu/staf berpotensi dalam bisnis, dan memperoleh peluang untuk
mengembangkannya masing-masing (Nawawi, 1998).
b. Penghargaan (reward) imbalan yang diterima oleh
staf atas hasil pekerjaan yang telah dilakukan. Penghargaan adalah derajat
perasaan staf terhadap adanya imbalan jasa atas pekerjaan yang telah dan akan
dilakukannya. Pandangan staf terhadap imbalan yang diterimanya berkaitan erat
dengan persepsi seseorang mengenai dirinya, harga diri, harapan pribadi,
kebutuhan, keinginan, dan prestasi kerja yang dicapainya (Kamil, 2000 dalam
Rahayu Ningtyas, 2002).
c. Kehangatan dan dukungan (warmth and support)adalah
rasa kebersaman dalam suatu kelompok kerja yang ditampilkan dengan saling
membantu. Perasaan dukungan dan bantuan dalam kehidupan organisasi yang saling
membantu dan memiliki hubungan sesama yang baik serta mempunyai keterikatan
emosional untuk mencapai tujuan organisasi secara bersama-sama (Kamil, 2000).
d. Struktur (structure) adalah menjelaskan aspek yang
memberikan kondisi agar standar pelayanan dapat dilaksanakan dengan baik.
Struktur adalah perasaan staf yang mempersepsikan setuasi kerja yang berisi
tentang prosedur kerja.
e. Resiko (rsik) adalah tantangan yang ahrus dihadapi
oleh seseorang saat menghadapi suatu masalah.
f. Konflik (conflict) adalah pertentangan antara
kedua dua motif yang berbeda yaitu motif positif dan motif negatif dalam suatu
organisasi.
Dari uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa iklim kerja positif yang dipersepsikan staf dapat
menghasilkan semangat dan motivasi untuk mengembangkan diri serta kepuasan
kerja kepada perawat pelaksana namun sebaliknya jika iklim kerja di persepsikan
buruk/tidak kondusif maka akan membawa dsampak pada motivasi kerja dan
mengembangkan diri rendah, burn out yang tinggi dan produktivitas kerja yang
menurun.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya
dimensi iklim kerja menurut Gilmer (1971), dalam As’ad (1991), menyatakan bahwa
dimensi iklim kerja terbentuk karena pengaruh antara lain :
a. Bentuk dan besarnya organsiasi
b. Pola kepemimpinan akan sangat mempengaruhi iklim
suatu organisasi.
c. Jaringan komunikasi antara atasan, bawahan dan
antar sesama teman kerja juga dapat memnumbuhkan iklim tersendiri dalam
organisasi.
d. Prosedur pembuatan keputusan yang akan diterapkan
dalam organisasi merupakan sautu dimensi yang membentuk iklim organisasi.
Selain itu
Swansburg (200), menyatakan bahwa aktivitas keperawatan yang dibuat manajer
dapat menjadi iklim kerja yang positif yaitu dengan :
1) Mengembangkan misi, tujuan yang objektif
berdasarkan amsukan dari perawat termasuk tujuan pribadi staf tersebut.
2) Memberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang
termasuk perkembangan karir dan pendidikan berkelanjutan.
3) Meningkatkan kerjasaman tim.
4) Menganalisa sistem kompensasi organisasi
keperawatan.dan strukturnya untuk memberi penghargaan atas kompnesasi dan
produktifitasnya
5) Meningkatkan otonomi, harga diri dan rasa percaya
diri dalam melaksanakan keperawatan.
6) Memberikan kepercayaan dan keterbukaan termasuk
memberikan motivasi.
7) Memberikan keamanan dan kebebesan untuk
mengemukakan ide tanpa adanya konflik dan konprontasi.
8) Mengembangkan perencanaan termasuk desentralisasi
pembuatan keputusan dan partisipasi dalam pelaksanaan keperawatan.
B.
Usia
Setiap individu
dalam perkembangannya (fisik dan pisikis) memiliki tugas perkembangan
(developmental task), terutama pada masa bayi, anak-anak dan remaja. Misalnya
setiap bayi atau anak memiliki tugas dan perkembangan harus sudah mampu duduk
atau berdiri atau berbicara pada usia tertentu. Demikian pula seorang remaja
harus sudah menyelesaikan studinya di SMP atau SMA pada usia tertentu. Apabila
tugas perkembangan itu tidak terwujud pada usia tepat, maka anak atau remaja
itu dikatakan gagal atau sekurang-kurangnya terlambat dalam mewujudkan tugas
perkembangannya.
Demikian pula
setiap jenjang karir yang harus dipandang sebagai tugas perkembangan sejak
permulaan bekerja dengan dimulai pada pada karir atau jabatan/posisi pertama,
yang disesuaikan dengan umur harus dicapai peningkatan setahap demi setahap.
Pencapaian peningkatan setiap tahap pada umur yang tepat diartikan sebagai
keberhasilan dalam melaksanakan tugas perkembangan atau sukses.
Tugas perkembangan
karir disamping tergantung pada tingkat kemampuan yang bersifat potensial,
sebagai tugas perkembangan dipenagruhi secara dominan oleh rangsangan dari luar, berupa kegiatan/usaha untuk manji
dan berkembang. Dengan usaha itu berarti seseorang harus melaskanakan
kegiatan-kegiatan agar mampu memenuhi persyaratan suatu jabatan yanag lebih
tinggi dari jabatan/posisi sekarang.
Berdasarkan uraian
diatas berarti dalam kondisi pekerja sebagai individu yang berbeda-beda, maka
pada usia yang sama mungkin saja berbeda posisi/jabatannya sebagai akrir awal.
Namun karena setiap individu dari karir awalnya masing-masing memiliki tugas
perkembangan untuk meningkatkan posisi.jabatannya sebagai pengembangan karir,
maka berarti setiap individu eprlu merencanakan pengembangan karir masing-masing.
Pentahapan dalam perencanaan itu merupakan tugas perkembangan yang mencakup
pula pada usia berapa posis yang lebih tinggi itu akan dicapai. Pencapaian
setiap posisi/jabatan sebagai peningkatan yangs sesuai dengan perencanaan usia,
berarti sukses dalam melaksanakan tugas perkembangan.
C.
Pendidikan
Nitisimito (1994)
mengatakan pendidikan adalah suatu proses yang akan mengahasilkan suatu
perubahan perilaku, sasaran yang diharapkan oleh suatu isntitusi tertentu
dengan memebrikan pendidikan formal maupun informal kepada anggotanya. Menurut
Siagian (1999) mengungkapkan bahwa pendidikan adalah keseluruhan proses, teknik
dan metode belajar mengajar dalam rangka pengalihan dari seseorang kepada orang
lain sesuai standar yang telah ditetapkan.
Tingkat pendidikan
yang semakin tinggi akan berakibat pada peningkatan kemampuan pegawai dalam
menunaikan kewajibannya. Peningkatan kemampuan karywan berupa prestasi kerja
yang memuaskan, dedikasi dan loyalitas yang tinggi yang sesaui dengan tuntunan
tugas dan harapan manajemen.
Pendidikan tinggi
keperawatan dikembangkan berdasarkan dan bertolak dari peradigma keperawatan,
orientasi tinggi keperawatan yang mantap dan kerangka konsep pendidikan tinggi
yang kokoh, sehingga untuk menghadapi masa depan tidak akan tergoyahkan. Dengan
paradigma orientasi pendidikan dan kerangka konsep pendidikan dalam penyusunan
kurikulum pendidikan tinggi keperawatan, diharapkan bahwa institusi pendidikan
tinggi keperawatan mampu :
1. Menumbuhkan/membina sikap dan tingkah laku
profesional, sesuai dengan yang dituntu oleh profesi keperawatan.
2. Memebri landasan ilmu pengetahuan yang kokoh, baik
kelompok ilmu keperawatan maupun kelompok ilmu dasar penopang yang diperlukan
untuk melaksanakan asuhan keperawatan profesional, mengembangkan diri pribadi,
serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknoloi keperawatan.
3. Menumbuhkan/membina keterampilan profesional
keperawatan mencakup keterampilan interpersonal, keterampilan tehnikal dan
keterampilan intelektual yang diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan..
4. Menumbuhkan/membina landasan etik keperawatan yang
kokoh dan mantap sebagai tuntunan utama dalam melaksanakan asuha keperawatan.
Jenis dan jenjang
pendidikan tinggi keperawatan dikembangkan dengan memperhatikan dua faktor
penentu utama yaitu perkiraan tuntutan kebutuhan pengembangan bidang
keperawatan di masa depan, khsuusnya asuhan keperawatan dan pendidikan
keperawatan serta tekanan perkembangan IPTEK yang akan berkembang pesat.
Tenaga keperawatan
profesional sebagai pelaksana asuhan keperawatan dan pelaksana pendidikan
keperawatan baik yang bersifat umum maupun yang kekhususan atau memiliki
kemampuan khusus dalam keperawatan. Tenaga keperawatan ini dihasilkan melalui
program pendidikan D III keperawatan, D IV keperawatan dan program pendidikan
Sarjana Keperawatan (Aditama, 2003).
D.
Masa Kerja
Pengembangan akrir
didasarkan pada fakta bahwa seseorang pegawai akan membutuhkan serangkaian
pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang berkembang supaya bekerja dengan baik
dan suksesi posisi yang ditemui selama
masa karirnya (Simamora, 1997). Hal tersebut terlaksana salah satunya dengan
melalui jalur pendidikan. Standar atau persyaratan untuk melanjutkan pendidikan
bagi PNS sebagaimana surat edaran Pusdiknakes salah satunya adalah masa kerja
minimal 2 tahun.
Menurut Handoko
(1999) dalam pengemabangan pegawai tidak terlepas juga dari istilah promosi.
Yang dimaksud dengan promosi adalah pemindahan jabatan ke jabatan lain atau
naiknya posisi seorang pegawai karena adanay kemajuan yang dicapai selama dalam
kehidupan pekerjaaanya. Promosi tidak dapat diperoleh secara otomatis karena
ada beberapa cara yang harus diperhatikan salah satunya adalah masa kerja.
Dengan demikian
jelaslah bahwa masa kerja seorang
perawat dalam institusi rumah sakit dapat merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap upaya pengembangan karir.
E.
Konsep Karir
Menurut Rivai
(2004) karir adalah seluruh pekerjaan yang dimiliki atau dilakukan individu
selama masa hidupnya.
Karir adalah urutan
dari kegiatan-kegiatah perilaku yang terkait dengan kerja dan sikap, nilai dan
aspirasi-aspirasi yang terkait sepanjang hidup seseorang (Faustino, 2003).
H. Handoko (2000)
mengatakan berdasarkan literatur ilmu pengetahuan mengenai perilaku (bahvioural
science) pada umumnya menggunakan istilah karir dengan tiga pengertian :
a. Karir sebagai sautu urutan promosi atau
pemindahan (transfer) laseral ke jabatan-jabatan yang lebih menuntut tanggung
jawab atau ke lokasi-lokasi yang lebih dalam hirarki hubungan kerja sama selama
kehidupan kerja seseorang.
b. Karir sebagai penunjuk pekerjaan-pekerjaan
yang membentuk suatu pola kemajuan yang sistematik dan jelas.
c. Karir sebagai sejarah seseorang atau
serangkaian posisi yang dipegannya selam kehidupan kerja. Dalam konteks ini
semua orang dengan sejarah kerja mereka disebut mempunyai karir.
F.
Konsep Perencanaan Karir
1. Definisi perencanaan karir
Suatu perencanaan
tentang kemungkinan-kemungkinan seorang pegawai individu meniti proses kenaikan
pangkat/jabatan sesuai persyaratan dan kemampuannya (Martoyo, 2000).
2. Manfaat perencanaan karir
Manfaat perencanaan karir meliputi mengungkap
potensi pegawai, memperkecil derajat perputaran pegawai, mendorong pertumbuhan,
membantu pelaksanaan rencana kegiatan yang telah disetujui, mengurangi
penimbunan dan memuaskan kebutuhan pegawai.
G.
Pengembangan Karir
1. Definisi pengembangan karir
Menurut Susilo
Martoyo (2000), pengembangan kareir atau “carier development” adalah situasi
kondisi yang menunjukkan adanya peningkatan-peningkatan status seseorang dalam
sautu organisasi dalam jalur karir yang telah ditetapkan dalam organisasi yang
bersangkutan. Sedangkan dijelaskan Nurochim (2000) ada tiga pengertian konsep
mengenai pengembangan karir :
a. Pengembangan karir adalah sautu rangkaian (urutan)
posisi/jabatan yang ditempati seseorang selama masa kehidupan tertentu yaitu
sejak memasuki sampai berhenti dari organisasi dimana ia menagbdikan dirinya.
b. Pengembangan karir adalah perubahan nilai-nilai,
sikap dan motivasi yang terjadi pada seseorang, baik karena tingkatan usia dan
kematangan mental.
c. Pengembangan karir adalah usaha yang dilakukan
secara formal dan selanjutnya dipokuskan pada peningkatan dan peruabahan
seorang pekerja.
2. Tujuan pengembangan karir
Tujuan pengembangan
karir dikemukakan oleh Dubrin dalam Mangkunegara (2004) adalah : membantu dalam
pencapaian tujuan individu dan perusahaan, menunjukkan kesejahteraan pegawai,
membantu pegawai menyadari kemampuan potensi mereka, memperkuat hubungan antara
pegawai dan perusahaan, membutuhkan tanggung jawab sosial, membantu memperkuat
pelaksanaan program-program perusahaan, mengurangi keusangan profesi dan manajerial,
mengurangi turn over dan biaya kepegawaian, membantu memperkuat pelaksanaan
program-program perusahaan dan menggiatkan analisis dari keseluruhan pegawai
Menurut Adikusomo
(1997) di dalam pengembangan karir kita mengenal 2 hal yaitu :
a. Jabatan struktural
Hal ini jelas karena tertera dalam
organo gram misalnya perawat bisa menjadi kepala shift, supervisor perawatan
atau kepala perawatan. Jika ada perawat mempunyai keahlian/pendidikan yang
tinggi tetapi tidak mempunyai jabatan struktural hal ini dimasukkan ke dalam
jabatan fungsional/profesional.
b. Jabatan fungsiona/profesional
Hingga saat ini masih belum mantap
baik diperusahaan swasta maupun BUMN mempunyai konsep yang berbeda-beda. Di
Departemen Kesehatan sudah ada denagn sistem kredit point yang saat ini sudah
dilaksanakan di beberapa rumah sakit.
3. Manfaat dari pengembangan karir
Pada dasarnya
pengembangan karir dapat bermanfaat bagi perusahaan maupun bagi karyawan. Bagi
organisasi pengembangan karir dapat meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan
dan mempertahankan karyawan yang berkualitas, menjamin ketersediaan bakat yang
diperlukan, mengurangi frustasi karyawan, menjamin agar kelompok-kelompok
minoritas mempunyai kesempatan yang sama untuk meningkatkan karir, meningkatkan
nama baik perusahaan, mendorong adanya keanekaragaman budaya dalam sebuah
perusahaan.
Bagi karyawan,
pengembangan karir identik dengan keberhasilan, karena pengembangan karir
bermanfaat untuk dapat menggunakan potensi diri sepenuhnya, meningkatkan
otonomi, meningkatkan tanggung jawab dan menambah tantangan dalam bekerja.
4. Mekanisme pengembangan karir
a. Pengembangan karir secara individual
Titik awal
pengembangan karir dimuilai dari pegawai, secara individual setiap pegawai
rumah sakit bertanggung jawab dan siap mengembangkan dirinya dalam rangka
penitian karir lebih lanjut.
Menurut Handi
Handoko, terdapat enam kegiatan pengembangan karir dapat dilakukan
amsing-masing individu sebagai berikut :
1) Prestasi kerja
Kegiatan penting untuk memajukan karir
adalah prestasi kerja yang baik, karena hal ini mendasari semua kegiatan
pengambangan karir lainnya. Kemjuan karir sangat tergantung pada prestasi kerja
(performance).
2) Exposure
Kemajuan karir yang ditentukan oleh
exposure berarti menjadi dikenal oleh orang-orang yang memutuskan promosi,
transfer dan kesempatan-kesempatan karir lainnya. Tanpa exposure, pegawai yang
berprestasi baik mungkin tidak memperoleh kesempatan untuk mencapai
sasaran-sasaran karirnya.
3) Permintaan berhenti
Bila seorang karyawan melihat
kesempatan karir yang lebih besar di tempat lain, permintaan berhenti mungkin
merupakan suatu cara untuk mencapai sasaran-sasaran karir. Berpindah-pindah
tempat bekerja bagi sementara manajer profesional merupakan bagian strategi
karir mereka.
4) Kesetiaan organisasional
Kesetiaan pada organisai dimana
seseorang bertugas/bekerja turut menentukan kemajuan karir yang ebrsangkutan.
Kesetiaan organisasional yang rendah pada sarjana baru (yang mempunyai harapan
tinggi, tetapi sering kecewa dengan tempat tugas pertama mereka) dan para profesional
(yang kesetiaan pertama pada profesinya).
5) Mentor dan sponsors
Seorang mentor adalah orang yang
menawarkan bimbingan karir informal. Bila mentor dapat menominasi karyawan
untuk kegiatan-kegiatan pengembangan karir serta program-program latihan, transfer
atau promosi maka dia menjadi sponsor. Seorang sponsor adalah orang dalam
organisasi yang dapat menciptakan kesempatan-kesempatan pengembangan karir bagi
orang-orang lain. Sering sponsor pegawai adalah atasan langsung.
6) Kesempatan untuk tumbuh
Bila pegawai meningkatkan kemampuan
misalnya melalui program latihan, pengambilan kursus-kursus, kesediaan
mengikuti smeinar, atau penambahan gelar berarti mereka memanfaatkan kesempatan
untuk tumbuh. Hal ini berguna bagi departemen personalia dalam pengembanagn
sumber daya manusia internal maupun bagi pencapaian rencana karir pegawai.
b. Pengembangan karir secara organisasional
Pengembangan suatu karir seharusnya memang tidak tergantung pada
usaha-usaha individual saja karena hal iru tidak selalu sesuai dengan kepentingan
organisasi. Untuk memungkinkan sinkornya dengan kepentingan organisasi maka
depaetemen personalia dapat mengatur pengembangan karir pegawai/anggota
organisasi misalnya dengan mengadakan program-program latihan dan pengembangan
bagi karyawan. Di samping itu departemen personalia perlu mengusahakan dukungan
manajemen, memberikan umpan balik kepada karyawan dan membangun suatu
lingkungan kerja yang kohesif untuk meningkatkan kemampuan dan keinginan
karyawan dalam melaksanakan upaya pengembangan karir.
Disamping itu
sebagai perwujudan pengembangan karir setiap pekerja juag harus dapat
merencanakan karirnya dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menulis hasil interview dengan diri sendiri
Setiap pekerja
dalam rangka untuk mewujudkan pengembangan karir perlu melakukan interview pada
diri sendiri dengan bertanya diantaranya kesesuaian dan kepuasan terhadap
penempatan dalam bekerja dan kejadian-kejadian penting dalam bekerja yang
diperkirakan berpengaruh pada karir. Di samping itu berusahan menemukan
kelebihan dan kelemahannya.
b. Inventarisasikan kemampuan yang dimiliki
Setiap pekerja
dapat menginventarisasikan beberapa aspek yang kuat dari kemampuan yang
dimiliki. Selanjutnya berdasarkan hasil tersebut semua aspek yang kuat dan
positif untuk mewujudkan prestasi dan pekerjaan perlu dikembangkan sedangkan
aspek yang masih kutang/lemah ditingkatkan miusalnya dengan membandingkan
dengan pekerja lain yang sukses dibidang yang sama untuk dijadikan contoh dan
diteladani.
c. Pelajari Nilai-nilai
Nilai-nilai itu
diantaranya teoritis ekonomis, estetis, sosial, politis, dan religius yang
dijadikan tuntunan/pegangan dalam bekerja sehari-hari.
d. Buat buku harian 24 jam
Untuk menunjang
usaha karir yang sukses seorang pekerja membuat catatan kegiatan baik selama
bekerja maupun di luar jam kerja guna menemukan faktor-faktor yang berpengaruh
dalam usaha mewujudkan sukses karir yang diinginkan. Disamping itu kerap kali
juga seorang pekerja perlu mencari informal dari berbagai sumber lain mengenai
pelaksanaan pekerjaannya.
e. Interview dengan pekerja lain dan memperbaiki
penampilan dalam bekerja
5. Alternatif dan pertimbangan pengembangan karir
Para pekerja yang
mengalami peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap, loyalitas, semangat dan
penuh pengabdian serta beekrja dengan penuh produktivitas dalam mewujudkan dan
mensukseskan tujuan organisasi, dari segi pengembangan karir akan memiliki tiga
alternatif dala perlakuan organisasi terhadap dirinya. Ketiga alternatif
pengembangan itu adalah :
a. Organisasi mempertahankan dalam jabatan semula
untuk jangka waktu tertentu dengan memberikan ganjaran yang sesuai.
b. Organisasi memindahkan jabatan secara horisontal
yang lebih relevan dengan pengetahuan, keterampilan, sikap yang dialami
pegawai.
c. Organisasi perlu mempromosikan pekerja tersebut
secara vertikal atau untuk mengisi suatu jabatan/posisi yang secara struktural
lebih tinggi kedudukannya.
6. Peran rumah sakit dalam pengembangan karir
Berdasarkan
kebutuhan pegawai akan karir, berikut ini disajikan apa saja peran organisasi
dalam mendukung perencanaan karir yang terdiri atas :
d. Informasi
Informasi pada
perencanaan karir ini pada dasarnya merupakan bagian dari sistem informasi
sumber daya manusia. Berbagai cara dapat dilakukan misalnya ceramah, pidato,
pengarahan, edaran, lokakarya tentang perencanaan karir mampu seminar tentang
perencanaan karir.
e. Pendidikan pegawai
Pengertian
pendidikan pegawai disini adalah kegiatan untuk menumbuhkan dan membina
keterampilan profesional, mencakup keterampilan interpersonal, keterampilan
teknikal dan keterampilan intelektual.
f. Pelatihan pegawai
Tujuan pelatihan
ini utamanya adalah meningkatkan produktivitas atau hasil kerja pegawai atau
dengan kata lain adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja tiap
pegawai. Pelatihan-pelatihan ini mencakup pelatihan untuk pelaksanaan
program-program baru , pelatihan untuk para pegawai yang akan menggunakan alat
atau fasilitas-fasilitas baru, dan pelatihan para pegawai yang akan menduduki
job atau tugas-tugas baru.
g. Konseling karir
Adanya bantuan
bimbingan para pegawai agar tepat dalam menetapkan sasaran-sassaran karirnya
sesuai minat dan kemampuannya.
H.
Karir dalam Keperawatan
Depkes (2004) dalam
Rancangan Pedoman Pengembangan Sistim Jenjang Karir Profesional Perawat, karir
dapat diartikan sebagai jenjang yang dipilih oleh individu untuk dapat memenuhi
kepuasan kerja perawat, sehingga pada akhirnya memberikan kontribusi terhadap
bidang profesi yang dipilihnya.
Secara umum
penjenjangan karir profesional perawat terdiri dari empat jalur, meliputi :
1. Perawat Klinik (PK), yaitu perawat yang memberikan
asuhan keperawatan langsung kepada pasien/klien baik individu keluarga,
kelompok dan masyarakat.
2. Perawat Manajer (PM), yaitu perawat yang mengelola
pelayanan keperawatan di sarana kesehatan baik sebagai pengelola tingkat bawah (front line manager), tingkat menengah (middle manager) maupun tingkat atas (top manager).
3. Perawat Pendidik (PP), yaitu perawat yang
memberikan pendidikan kepada peserta didik di institusi pendidikan keperawatan.
4. Perawat Peneliti/Riset (PR), yaitu perawat yang
bekerja di bidang penelitian keperawatan/kesehatan.
Keempat jalur
jenjang karir profesional perawat digambarkan sebagai berikut :
Dalam gambar di
atas menunjukkan untuk menjadi Perawat Manajer I, harus mempunyai kualifikasi
Perawat Klinik II, untuik menjadi Perawat Pendidik I harus mempunyai
kualifikasi Perawat Klinik III, dan untuk menjadi Perawat Peneliti I harus
mempunyai kualifikasi Perawat Klinik V.
Pengembangan
jenjang karir profesional perawat pada setiap bidang harus berjenjang mulai
dari jenjang I sampai dengan jenjang V dan bersifat terbuka, artinya perawat
profesional dimungkinkan mencapai jenjang karir di semua bidang. Salah satu
persyaratan pengembangan jenjang karir profesional baik sebagai perawat
manajer, perawat pendidik maupun perawat peneliti adalah mempunyai kualifikasi
sebagai perawat klinik.
Untuk memasuki
jenjang karir profesional perawat harus memiliki persyaratan dan kriteria
sebagai berikut :
1. Memiliki kompetensi yang dipersyaratkan.
2. Memiliki pengalaman kerja klinik (waktu tertentu)
di sarana kesehatan.
3. Mengikuti pendidikan formal atau pendidikan
berkelanjutan (program sertifikasi).
4. Lulus uji kompetensi yang dilaksanakan oleh lembga
independen/ lembaga sertifikasi.
5. Memiliki Surat Izin perawat (SIP), Surat Izin
Kerja (SIK) dan /atau Surat Izin Praktik Perawat (SIPP).
BAB III
KERANGKA
KERJA PENELITIAN
A.
Kerangka Konsep
Berdasarkan latar
belakang masalah dan tinjauan teoritis yang telah penulis uraikan sebelumnya,
maka skema kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
|
|
|
|
|||||||||||||||
|
||||||||||||||||
|
||||||||||||||||
|
||||||||||||||||
B.
Hipotesa
1. Ada hubungan antar umur dengan upaya pengembangan
akrir perawat.
2. Ada hubungan antara tingkat pendidikan perawat
dengan upaya pengembangan karir perawat.
3. Ada hubungan antara masa dengan upaya pengembangan
karir perawat.
4. Ada hubungan antara iklim perawat dengan upaya
pengembangan karir perawat.
BAB IV
METODOLOGI
PENELITIAN
A.
Desain Penelitian
Dalam penelitian
ini peneliti menggunakan metode riset kuantitatif dengan pendekatan riset
deksriptif survei untuk mengetahui sejauh mana faktor-faktor pengembangan karir
mempengaruhi upaya pengembangan karir di RSUP Wahidin Sudirohusodo tahun 2006,
dimana peneliti mengumpulkan informasi dalam bentuk persentasi, distribusi
frekuensi dan hubungan antar variabel yakni faktor iklim kerja, pendidikan,
umur dan masa kerja perawat terhadap upaya pengembangan karir perawat.
B.
Populasi dan Sampel
1. Populasi
Target populasi
dalam penelitian ini adalah para perawat yang bekerja di unit perawatan RSUP
Wahidin Sudirohusodo Makassar yaitu sebanyak 474 orang. Sedangkan populasi
survei adalah perawat lulusan SPK, D III Keperawatan, D IV Keperawatan, dan S1
Ners yang bertugas di ruang pavilium di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar
dengan total populasi survei sebanyak 57 orang perawat.
2. Sampel dan Teknik Sampling
Sampel dalam
penelitian ini adalah seluruh populasi survei yakni perawat pelaksana lulusan
SPK, D III dan D IV Keperawatan serta S1 Ners yang bekerja di ruang pavilium
RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar. Teknik pengambilan sampel dengan cara
purposive sampling dengan besarnya sampel adalah 57 orang atau sampel merupakan
keseluruhan populasi survei, yaitu Palem Atas = 19 orang, Palem bawah 18 orang,
Sawit = 14 orang, Pinang = 9 orang.
3. Kriteria inklusi dan kriteria eklusi
Keriteria inklusi
a. Perawat yang bekerja di pavilium Palem Atas dan
Palm Bawah, Pinang dan Sawit RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar.
b. Perawat dengan status PNS.
c. Pendidikan perawat : SPK, D III, D IV Keperawatan
dan S1 Ners.
d. Perawat pelaksana
e. Bersedia menjadi responden
Keriteria eklusi
a. Perawat yang sementara cuti atau
sedang mengikuti pendidikan.
b. Perawat kontrak/ honorer.
c. Tidak bersedia menjadi responden.
C.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini
dilakukan dilaksanakan di empat ruangan Paviliun RS Wahidin Sudirohusodo
Makassar yang terdiri dari Palem Atas dengan kelas perawatan VIP 8 tempat
tidur, Kelas I 26 tempat tidur dengan BOR tahun 2005 86,74%, Palem Bawah dengan kelas perawatan VIP 8
termpat tidur, Kelas I 28 tempat tidur dengan BOR tahun 2005 93,72%, Sawit
dengan kelas perawatan VIP Utama 4 tempat tidur, VIP 18 tempat tidur dengan BOR
tahun 2005 84,83%, dan Pinang dengan kelas perawatan VIP 5 tempat tidur, kelas
I 6 tempat tidur dengan BOR tahun 2005 142,85%. Dengan pertimbangan bahwa
selain ruangan tersebut mempunyai insentif untuk pegawainya rata-rata serta
dapat mewakili populasi yang ada juga karena karakteristik pasiennya yang
mempunyai pengharapan tinggi akan pelayanan, baik kualitas maupun kuantitasnya
atau dengan kata lain lebih kritis dalam menerima produk jasa termasuk
pelayanan keperawatan. Di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar karena lokasinya
mudah dijangkau.
Waktu penelitian
dilaksanakan pada minggu ketiga bulan April tahun 2006.
D.
Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
Langkah awal dalam
pengumpulan data itu dengan mengidentifikasi besarnya populasi dengan
menggunakan data sekunder. Setelah memperoleh ijin dari subjek penelitian,
peneliti mengidentifikasi peserta riset sesuai kriteria inklusi dan selanjutnya
dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan instrumen berupa kuisioner model
likert scale yang dibuat peneliti mengacu kepada kepustakaan yang terdiri dari
pernyataan iklim kerja dan upaya pengembangan karir perawat. Di samping itu
pengumpulan data dilakukan terhadap karakteristik responden yang terdiri dari
pendidikan, umur, dan masa kerja perawat menggunakan kuesioner tipe open ended
questions. Sebelum instrumen penelitian disebarkan kepada subjek penelitian,
dilakukan uji coba instrumen pada tanggal 17 - 19 April 2006 pada 10 orang
perawat pelaksana. Hasil uji validitas menunjukkan bahwa dari 30 pertanyaan
iklim krja semuanya valid dan 3 dari 20 pertanyaan pengembangan karir mendekati
valid dan ketiga pertanyaan sudah direvisi. Dalam penelitian ini peniliti
memilih peran riset keanggotaan aktif yaitu peneliti terlibat secara langsung
dalam setiap sesi.
E.
Pengolahan dan Penyajian Data
Pengolahan data
yang diperoleh dari hasil penelitian ini dikerjakan melalui suatu proses
tahapan sebagai berikut :
1. Editing.
Dilakukan untuk
meneliti daftar pertanyaan yang sudah diisi. Editing meliputi kelengkapan
pengisian, kesalahan pengisian dan konsistensi dari setiap jawaban.
2. Koding.
Data yang telah
dikumpulkan diberi kode menurut jawaban responden baik data kuesioner iklim
kerja, karakteristik responden maupun upaya pengembangan karir perawat.
3. Tabulasi Data.
Tabulasi data
merupakan lanjutan pengkodean pada proses pengolahan. Dalam hal ini setelah
data dikodim kemudian dikelompokkan kedalam tabel tertentu menurut sifa-sifat
variabel dengan menggunakan tabel sederhana atau tabel silang.
F.
Analisa Data
1. Analisa Univariat
Untuk mengetahui dan memeprlihatkan
distribusi frekuensi serta persentasi dari tiap variabel yang diteliti
2. Analisa Bivariat
Untuk mengetahui hubungan variabel
dependen dan independen digunakan uji statistik chi-square dengan tingkat
kemaknaan p < α (0,05). Uji statistik menggunakan komputer program SPSS
Versi 12,0.
G.
Etika Penelitian
Dalam melaksanakan
penelitian ini peniliti mengajukan ijin kepada Direktur RSUP Wahidin
Sudirohusodo Makassar dengan tembusan kepada Kepala Perawatan dan Diklat
Keperawatan untuk mendapatkan persetujuan kemudian kuesioner diberikan pada
subjek yang diteliti dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi :
1. Lembar persetujuan menjadi responden.
Lembar persetujuan
akan diberikan kepada responden yang diteliti. Peneliti menjelaskan tujuan dan
manfaat penelitian yang dilakukan. Jika responden bersedia diteliti maka harus
menandatangani lembar persetujuan, jika responden menolak maka peneliti tidak
akan memaksa dan tetap menghormati hak responden.
2. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga
kerahasiaan responden peneliti tidak mencantumkan nama pada lembar kuesioner,
peneliti cukup menuliskan nomor kode pada masing-masing lembar kuesioner.
3. Confidentiality
Kerahasiaan
informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin oleh peneliti
DAFTAR
PUSTAKA
Aditama Y.C. (2004). Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Cetakan
Ketiga.Universitas Indonesia. Jakarta.
Adikoesoemo. (1997). Manajemen Rumah Sakit. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta.
Arikunto S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik
Edisi Revisi Lima. Rineka Cipta. Jakarta.
Depker RI. (1999). Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju
Indonesia Sehat 2010. Jakarta.
Depkes RI. (2004). Rancangan Pedoman Pengembangan Sistim
Jenjang Karir Profesional Perawat. Direktorat Keperawatan dan Keteknisian
Medik. Jakarta.
Danim S. (2003). Riset Keperawatan. Sejarah dan Metodologi. EGC.
Jakarta.
Gomes C.F. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Andi.
Yogyakarta.
Handoko T.H. (1999). Manajemen. Edisi 2. BPFE. Yogyakarta.
Hasibuan M.S.P. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia edisi revisi
cetakan 8. Bumi Aksara. Jakarta.
Hidayat A.A. (2003). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan
Ilmiah. Salemba Medika. Jakarta.
Isnaini. (2002). Tinjauan Pelaksanaan pengembangan Tenaga
Kesehatan Paramedis di Rumah Sakit Umum Labuang Baji Makassar. Skripsi tidak
dipublikasikan. FKM Unhas. Makassar.
Mangkuprawira S. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Cetakan
ketiga. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Martoyo S. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 4
cetakan pertama. BPFE. Yogyakarta.
Michel. (1994). The Effect of Work Role Values on Job
Satisfaction. Journal of Advance Nursing, 20.
Nawawi. H. (1990). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis
yang Kompeetif. Cetakan kedua. Penerbit UGM.
Nursalam. (2002). Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktek
Keperawatan Profesional. Salemba Medika. Jakarta.
Nursalam. (2003). Konsep-Konsep Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta.
Panuju R. (2000). Komunikasi Organisasi,. Yogyakarta :
Penerbit Pustaka Pelopor.
Rivai V. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan
dari Teori ke Praktek. Cetakan pertama. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Swansburg. RC. (2000). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan untuk Perawat Klinis. Terjemahan. Jakarta. EGC.
, Undang-Undang Kepegawaian No
43 tahun 1999. Penerbit Sinar Grafika. Jakarta.